Ombre et Luz


Disclaimer: Masashi Kishimoto
Story: Mine (ZukaBaka)
Warnings: Shounen-ai, OOC, Typo.
A/n: Special fic for, Rin Miharu-Uzu, Gunchan Cacunalu Polepel, CrazyFujo, Ryuuki Ukara, Akai Houseki, Namikaze ryu sa is a fujoshiIria-san dan semua yang memfavoritkan Zuka sebagai author favorit, dan juga semua yg sudah menikmati karya Zuka ^^


"Ombre et Luz"
Chapter 1

Seorang pemuda, duduk di antara jendela dengan kedua kaki yang memanjang. Salah satu tangannya bertumpu pada lututnya sembari menahan dagunya. Bulan di langit memantulkan cahaya ketampanannya dan membuat rambut kuningnya bersinar. Matanya lurus, tajam namun tidak terarah. Kosong, seolah ia sedang menatap bayangan semu.
Angin malam yang dingin terus berembus pelan, merasuk ke dalam pakaian pangerannya yang gagah. Rambutnya berkibar pelan-pelan senada belaian angin. Sungguh pemandangan yang indah jika kau hanya melihat di satu sisi.
Tatapan kedua mata birunya hampa. Seolah tidak berarti apa-apa, seolah semu. Hanya angan-angan, dan bukanlah suatu realita. Ia seperti menangis, tapi tidak. Seperti marah, tapi tidak. Mengancam, tapi tidak. Ia tidak benar-benar berekspresi, dan ia tidak benar-benar tahu apa yang sedang terjadi.
Tapi ia tahu apa yang terjadi.
.
.
Secawan anggur tergeletak sendiri. Tidak diinginkan, tidak dipedulikan, dan tidak dibutuhkan. Pelan-pelan anggur yang ada di dalam cawan itu bergetar, menciptakan gelombang kecil seolah ia menerima tekanan dari sesuatu. Sesuatu yang tidak mengharapkannya, sesuatu yang tidak membutuhkannya, sesuatu yang tidak mempedulikannya, sesuatu yang tidak menginginkannya.
Pelan-pelan cawan itu terangkat, sebuah tangan putih bersuhu dingin yang menyebabkannya. Dan dengan gerakan pelan pula cawan kaca tersebut memantul ke dinding. Menimbulkan suara kemprangan yang nyaring dan berakhir berkeping-keping di lantai.
Seseorang bertangan putih mengerang pelan, semakin lama napasnya semakin memberat. Satu-satunya penerang di ruangan itu hanyalah sinar bulan yang tepat di depan mata. Menyilaukan mata hitamnnya yang semakin menggelap tertutup murka.
Tangannya terkepal erat, ingin menghancurkan apapun yang tertangkap matanya. Hanya saja tidak ada apapun yang tertangkap matanya, kecuali ruang makan yang gelap dan cawan anggur yang sudah pecah. Tidak ada apapun, karena memang ia tidak mempunyai apapun.
.
.
Pangeran berambut kuning menoleh kebelakang, menemukan salah satu pelayannya menyodorkan secawan anggur dengan sopan. Awalnya sang pangeran hanya memandangi cawan kaca berisi anggur itu, namun entah karena apa akhirnya ia menerimanya dan mempersilahkan pelayannya untuk keluar dari kamarnya.
Ia tidak tahu, ia tidak tahu apakah pantas ia bersantai di saat-saat seperti ini. Di saat kehidupan berada di ujung tanduk. Tapi ia merasa ada sisi lain dari secawan anggur itu. ia merasa bahwa ia mengingat seseorang, seseorang yang semanis, semenarik, dan semenjebak anggur merah.
Naruto ingat, ia adalah seorang pangeran lain yang sama kesepiannya dengan dirinya. Pangeran yang sama-sama sedang mempertahankan kehidupan. Hanya sada ada satu yang membedakan mereka. Naruto memiliki orang lain disisinya, berbeda dengan pangeran itu yang benar-benar sendirian. Berjuang demi kerajaannya dengan kedua tangannya sendiri.
Sasuke selalu sendiri.
Setelah ia membunuh semua orang yang ada di kerajaannya.
.
.
Sebuah bayangan menyusup masuk, memanjang di balik cahaya bulan yang terang. Perlahan-lahan bayangan hitam itu berubah, membentuk sesuatu sampai ia menjadi nyata, tetapi terlihat tidak nyata.
Bayangan itu menyeringai, hanya itu yang terlihat dari wajah hitamnya. Hanya sederetan gigi yang panjang serta cakar-cakar hitam yang tajam. Seringai dingin itu terus terpasang, menemani sepanjang langkahnya mendekati sang pangeran yang masih terduduk dengan satu tangan menahan dagu.
Bayangan itu berhenti ketika sudah berada di sebelah sang pangeran, bersimpuh sopan sembari mengucapkan sumpah janji yang tidaklah familiar.
"Bayangan ada untuk bayangan. Demi bayangan terkuat, kami para bayangan lemah akan memanjangkan cakar. Membasahi tangan-tangan hitam kami dengan darah. Hanya demi bayangan terkuat, kami siap mati dan mengabdi."
Hening. Selama beberapa detik tidak ada suara apapun yang terdengar. Setelah itu terdengar suara berderit, sang pangeran bangkit dan mendorong kursi yang tadi ia duduki ke belakang. Ia berdiri tegak, menatap tajam bayangan yang bersumpah janji padanya dengan mata hitamnya yang perlahan mulai memerah. Pantulan bulan membuatnya berkilat-kilat.
"Kami bayangan lemah, akan mengikuti semua perintah bayangan terkuat. Uchiha Sasuke, pangeran bayangan kami."
Dan seringai terpampang di wajah Sasuke begitu bayangan hitam yang ada di depannya menunduk dan benar-benar melakukan penghormatan.
.
.
"Kau harus berhenti memandangi langit malam seperti orang galau, Naruto."
Suara datar tiba-tiba saja terdengar, membuat Uzumaki Naruto tersentak dan cepat-cepat menolah ke belakang. Ia segera menarik napas lega begitu mengenali siapa yang hampir saja membuat jantungnya bermasalah.
"Kau membolos latihan memanah lagi. Apa alasan konyolmu kali ini?" sesosok berambut merah dengan tulisan kanji di dahinya melangkah masuk setelah menutup kembali pintu kamar Naruto. Dengan langkah yang tenang ia berdiri tepat di belakang Naruto, menatap lurus pada apa yang sedang dipandangi pangerannya.
Naruto melirik sedikit, mengayunkan tangan kirinya yang bebas. "Tidak, aku tidak akan beralasan konyol lagi. Toh kau tidak akan percaya, bukan?"
Gaara, pemuda berambut merah, hanya berdeham pelan. Memperhatikan bulan purnama dengan seksama seolah sedang mencari sesuatu yang membuat pangerannya betah memandanginya terus menerus. Selama berhari-hari, sepanjang malam.
"Aku tidak akan menerima alasan bulan membuatmu tertarik, Pangeran." Naruto dengan cepat menoleh ingin meralat ucapan Gaara sebelum Gaara kembali melanjutkan. "Atau alasan bahwa bulan mengingatkanmu pada seseorang."
Mata Naruto melebar, sejenak ia terdiam sebelum tersenyum miris. "Kau selalu bisa membaca pikiranku, Gaara." Sang pangeran beranjak, menegakkan tubuhnya lalu berjalan pelan ke arah kasurnya yang besar. Ia menghempaskan tubuhnya dengan lembut sebelum benar-benar berbaring di sana.
Gaara mendekatinya, mendudukan diri di tepi kasur dengan kepala terdongak menatap kosong langit-langit kamar yang dilukis seperti langit cerah, dengan awan putih yang menggumpal dan matahari yang bersinar lembut.
"Jadi kau masih memikirkannya?"
Naruto tidak menjawabnya langsung. Kedua tangannya ia gunakan untuk menutup kedua matanya. Ia sangat lelah, semua pemikiran tentang Sasuke membuat hati dan pikirannya serasa digerogoti. Ia merasa habis, merasa sesak dan sakit. Ia bahkan tidak mengerti mengapa perasaan itu ada. Ia tidak mengerti.
"Aku tidak mengerti..." Gumamnya, sesekali terdengar helaan napas berat darinya. "Aku tidak mengerti mengapa aku selalu bisa memikirkannya... melalui hal-hal kecil. Seolah..." Naruto membalikkan badannya, memunggungi Gaara sembari memeluk kepalanya erat-erat seakan ia merasakan sakit yang luar biasa.
"Seolah kau terikat kuat dengannya."
Gumaman Gaara menusuk telak hati sang pangeran. Pelan-pelan ringisan kecil terdengar darinya, ringisan kesakitan dan penyesalan. Sakit hati dan kecewa. Ia bahkan tidak bisa menyamainya dengan apapun. Rasanya sakit!
Gaara beringsut mendekati pangerannya. Mengelus pelan rambut kuningya sembari menggumamkan beberapa kata yang menurutnya menenangkan. Tapi yang ia lihat hanyalah air mata yang mulai mengalir, membasahi wajah kecoklatan sang pangeran dan seprai putih di bawah mereka.
Gaara memandang miris. Ia tidak pernah melihat kesakitan karena cinta seperti ini. Ini terlalu menyedihkan, terlalu berat.
.
.
"Pangeran, apa yang anda inginkan sekarang?"
Bayangan berwarna hitam bertanya sembari membungkukkan tubuhnya ke arah Sasuke. Perlahan-lahan, di bawah sinar bulan, sang bayangan berubah. Tubuhnya tidak lagi berwarna hitam. Rambut berwarna abu-abu keunguan adalah yang pertama kali Sasuke lihat, lalu menyusul gigi-gigi tajam dan pakaian kerajaan yang gagah.
"Tidak. Kumpulkan yang lain, aku tidak mau kalah kali ini."
Sasuke memerintah, meninggalkan ruang makan perlahan dengan jubah pangerannya yang berkibar. Meninggalkan sang bayangan tersenyum penuh arti sebelum menghilang di balik sekelebat warna hitam.
Sasuke tidak peduli kemana kakinya melangkah, yang ia rasakan sekarang hanya lelah dan penat. Ia tidak pernah tahu jika memanggil sekoloni bayangan akan menguras tenaganya. Ia tidak pernah tahu bahwa memasang kontrak dengan bayangan dapat membuatnya sesakit ini.
Yang ia tahu adalah ia hanya perlu menjaga kastilnya untuk tetap tanpa penerangan. Cahaya bulan sudah cukup, karena dari sanalah bayangan mendapatkan kekuatan. Dan sesuatu yang tidak pernah ia sadari adalah ia sudah bergantung pada cahaya. Ia yang seorang bayangan bergantung pada cahaya. Karena tanpa cahaya, bayangan tidak akan pernah ada.
Tapi itu tidak masalah, selama pemikirannya tentang lebih kuatnya bayangan daripada cahaya masing tersimpan di otaknya ia tidak akan khawatir. Ia tidak peduli, yang ia perlukan adalah mengalahkan cahaya dengan bayangan. Kegelapan jauh lebih kuat, jauh lebih berpengaruh, dan jauh lebih menjebak.
Kreet...
Suara berderit terdengar begitu Sasuke membuka sebuah pintu besar yang engselnya mulai berkarat. Ia berdiri di ambang pintu, sekelebat ingatan tiba-tiba menyusup masuk ke dalam pikirannya. Ayah dan ibunya, kakaknya, pelayan-pelayannya, dan semua orang yang pernah hidup di kastilnya. Ia bahkan hampir melupakan wajah-wajah mereka, tapi tidak untuk wajah kakaknya.
Wajah seorang pangeran hebat yang menderita akibat keserakahan banyak pihak.
Karena itulah Sasuke ada di sini. Mengikat kontrak dengan bayangan untuk membalaskan dendam. Demi memperjuangkan harga diri dan kebahagiaan kakak tercintanya.
.
.
"Apa kau ingin sesuatu?"
Gaara berhenti mengelus rambut kuning Naruto. Membiarkan Naruto menggeliat tidak nyaman lalu memandang dirinya dalam diam. Gaara hanya menaikan bahu lalu beranjak dari kasur pangerannya.
"Aku hanya butuh sendiri."
Gaara membalikkan badan, memandang pangerannya sebentar sebelum mengangguk lalu tersenyum. "Aku mengerti, Pangeran."
Setelah itu Gaara pergi, menimbulkan suara pintu yang dibuka lalu ditutup kembali.
Naruto membiarkan matanya memandang kosong ke arah langit biru cerah yang dilukiskan di langit-langit kamarnya. Ia hanya sedang mengingat beberapa memori, beberapa kejadian sebelum kejadian ini terjadi. Sebelum semua tidak lagi bisa dihentikan dengan kata damai.
Ketika semua kenangan bergulir, bagaimana kehidupan dua kerajaan hidup berdampingan dengan senyum dan suara nyanyian yang merdu, sampai bagaimana kedua kerajaan terbelah, mulai berbenturan dan menyimpan rahasia menyedihkan di baliknya. Dimana tidak ada lagi kalimat percaya dan cinta saling terlontar dari masing-masing.
Tapi tanpa perlu diucap, semua tahu bahwa masih ada yang merasakan cinta. Masih ada yang merasakan percaya dan bahkan ikatan di antara mereka semakin mengerat. Mereka adalah dua pangeran, dua pangeran yang dulunya saling melengkapi meski saling bertentangan.
Mereka punya ikatan, meskipun kerajaan mereka saling berbenturan. Mereka masih saling mengakui. Masih saling mencoba percaya satu sama lain. Sampai suatu saat rahasia menyedihkan tebongkar, membuat salah satu dari mereka tidak lagi dapat percaya. Bahkan menampik perasaan cinta yang semakin tumbuh di hatinya. Menjadikannya pribadi yang berbeda dan jauh berbahaya.
Mereka adalah Sasuke dan Naruto. Sasuke adalah pangeran yang sudah tidak dapat lagi mempercayai, dan ialah yang menampik perasaan cinta yang semakin tumbuh meskipun ia membunuhnya dengan mengikat kontrak dengan bayangan. Dan Naruto adalah pangeran yang masih bertahan, masih mempercayai dan masih menyimpan cinta yang semakin tumbuh.
Tapi ada satu lagi perasaan yang sama-sama tumbuh di hati mereka.
Sakit.
Mereka sama-sama merasakan sakit. Sakit dikhianati, sakit kehilangan, sakit penyesalan, sakit ditinggalkan, dan sakit karena ikatan. Ikatan yang mengikat mereka terlalu kuat, terlalu kuat sehingga membuat keduanya merasa tidak sanggup melawan ketika takdir berkata lain.
Ketika takdir menakdirkan mereka untuk saling berhadapan.
Bukan atas nama cinta, tapi atas nama kesakitan.
.
.
"Bayangan lebih kuat daripada cahaya."
Gumam Sasuke yang kini tengah mendudukan dirinya di atas kasurnya. Tangan kanannya bertumpu pada kaki kanannya yang sedikit terlipat. Matanya memandang lurus ke arah pintu kamar yang masih terbuka lebar, menyelipkan cahaya bulan ke dalam kamarnnya.
Sasuke berdeham, memilih untuk tidak membuka gorden jendela kamarnya. Di genggamannya ada sebuah batu kecil, sejenak ia memutar-mutarnya sebelum akhirnya melemparkannya ke depan pintu. Batu kecil itu memantul, dan berhenti tepat di bagian cahaya bulan terselip, dan dalam seketika bayangan kecil memanjang muncul dari balik batu.
Sasuke mendesis, mengepalkan tangannya lalu mengerang kesal. Ia tidak percaya, dari balik cahaya bulan yang sekecil itu, bayangan tetap saja terlihat lebih kecil. Mengapa, mengapa? Seharusnya bayangan bersifat semu, menjebak dan berbahaya. Seharusnya, bayangan jauh lebih kuat dari pada cahaya.
Seharusnya...
Seharusnya!
Kedua tangannya mengcengkram kepalanya, tiba-tiba saja suara berdenging menggema, membuat kepalanya serasa berputar dan berakhir pada satu ingatan. Senyuman lebar yang dulu ia percayai sebagai senyuman matahari. Ia adalah cahaya, cahaya yang terlalu menyilaukan membuat matanya sakit.
Tapi dulu ia tidak merasa seperti itu. Baginya, Naruto adalah cahaya yang berharga. Cahaya yang tidak akan ditemukan dimana pun. Cahaya yang jauh lebih kuat dari cahaya apapun. Cahaya yang mampu menghilangkan semua kegelapan.
Tapi dibaliknya selalu ada bayangan, selalu ada Sasuke yang berdiri tenang sembari tersenyum samar. Selalu ada bayangan yang mengikutinya. Tapi bayangan itu terlalu kecil, terlalu lemah untuk dapat mengalahkan cahaya.
Terlalu lemah, tidak berdaya, tidak berguna.
Suara teriakan Sasuke menggema, memantul ke seluruh kastil dan kembali ke titik yang sama. Ia mengerang, berteriak, bahkan hendak menangis. Rasanya sakit, dadanya sesak dan ia tidak bisa menahannya.
Ia tidak tahu mana yang lebih sakit, kalah dengan cahaya atau kenyataan bahwa ia perlu mengalahkan Naruto. Ia tidak tahu, kedua-duanya sama menyakitkannya. Terlalu berat, terlalu...
Dan kenapa ia mengingatnya lagi?
Kenapa ia kembali berpikiran lemah?
Sasuke membiarkan kedua tangannya yang tadinya mencengkram kepalanya terkulai begitu saja. Pandangannya tajam dan matanya kembali memerah.
Ya, ia tidak boleh lemah. Ia tidak perlu memikirkan hal-hal tidak perlu seperti itu.
Satu-satunya yang perlu ia pikirkan adalah bagaimana menjalani kehidupannya. Membalaskan dendamnya demi kesakitannya sendiri, bukan kesakitan kakaknya. Dan bagaimana caranya mengalahkan Naruto, dengan cara apapun.
Meski hatinya tidak menyetujuinya.
.
.
Derap langkah yang gagah menggema, memantul di dinding koridor kastil dan berhenti begitu sebuah pintu terbuka. Seorang perajurit berpakaian siap perang berlari kecil, mendekati menteri yang sedang duduk santai dengan secawan anggur di tangan.
"Izinkan saya melapor, Menteri." Perajurit itu menundukkan dirinya sopan, tidak akan mendongak untuk melihat wajah menteri sampai ia diperbolehkan berbicara.
"Hmm... ada apa, Neji?" kata sang menteri setelah meletakkan cawan anggurnya di atas meja kecil. Tangan kanannya terulur memerintahkan sang perajurit untuk berbicara.
"Menurut penerawangan, pangeran Sasuke sudah mulai bergerak. Kini ia sedang mengumpulkan koloni bayangan untuk bekerja sama dengannya." Neji mendongak, mempertemukan mata lavendernya dengan mata hijau sang menteri.
Entah mereka sadar atau tidak, waktu saat kedua mata mereka terlalu lama dari yang seharusnya. Mereka seolah mencari sesuatu dari mata masing-masing. Seperti ada sesuatu yang tertahan, sesuatu yang bergejolak tapi terselubung.
"Baiklah. Sekarang persiapkan semua perajurit. Kita tidak tahu kapan Sasuke akan menyerang." Ucap Gaara, sang menteri sambil memandang serius membuat Neji tersentak dan sadar lalu segera menundukkan kepala.
"Saya mengerti." Ucapnya yang laku berdiri, hendak pergi sebelum suara menghentikannya.
"Persiapkan dirimu juga, Neji."
Neji tidak akan menyesali keputusannya untuk menoleh ke belakang, karena saat itulah ia dapat melihat senyuman Gaara kembali. Senyuman yang akhir-akhir ini tidak ditemukannya.
.
.
"Mereka sudah siap, Pangeranku."
Suigetsu, bayangan yang sebelumnya bersumpah janji pada Sasuke tiba-tiba muncul dari balik kegelapan. Sasuke sama sekali tidak terkejut dengan kehadiran Suigetsu yang tiba-tiba berada di kamarnya. Ia tidak peduli.
"Bagus." Sasuke kembali menajamkan matanya, menarik keluar kuku-kukunya yang memanjang. "Kita serang mereka saat tengah malam."
Suigetsu kembali bersimpuh. Mengucapkan sumpah janjinya dengan suara parau.
"Bayangan ada untuk bayangan. Demi bayangan terkuat, kami para bayangan lemah akan memanjangkan cakar. Membasahi tangan-tangan hitam kami dengan darah. Hanya demi bayangan terkuat, kami siap mati dan mengabdi."

_________________________________________________________________________________

A/N:
Zuka kembali! *tebarbunga* Zuka minta maaf untuk semua yang menunggu fic Zuka #ragu. Terimakasih untuk teman-teman yang menyuruh Zuka kembali. Zuka sangat berterimakasih *ngelapingus*. Untuk masalah itu Zuka sudah rela, menganggap gk pernah ada dan tetap berjuang dg apa adanya Zuka.
Adakah yang bertanya mengapa Zuka sering menggunakan kata "Luz"? Luz artinya cahaya, dan Ombre artinya bayangan. Zuka suka Luz karena nama jepang Zuka, adalah Hikari artinya cahaya. So Zuka suka cahayaaa... *silau*
Oke, stop babling. Dan apa ini pantas disebut fic comeback?
Apa masih pantas lanjut?
Zuka minta sarannya ya ^^



Kisah 2 ekor kucing yang mengharukan


Seperti halnya manusia ..
kucingpun juga punya hati dan perasaan yg sama seperti kita , awalnya sih saya gak percaya ..
setelah melihat gambar dan video ini , waww :')
subhanallah ..

Sebentar lagi kita akan segera melihat pemandangan yang sangat mengharukan. Seekor kucing yang tidak percaya bahwa temannya sudah 'Mati' dan si kucing terus berusaha membangunkan temannya itu, bahkan sampe memberi nafas buatan !! sungguh mengharukan :')



Biar lebih 'kerasa' , ini dia videonya : 
 
                     

Kata hatiku













Kata Hatiku 

cinta itu adalah hal terindah saat aku membuka mata,
 yang terlintas dalam anganku hanya dirimu..
rindu itu adalah saat aku merasa ada yang hilang saat kau tak disisiku.
sayang itu adalah perasaan nyaman saat kita berdua,
 bersama mendayung sampan menuju pelabuhan cinta.

aku ingin selalu didekatmu.
mendengar suaramu, 


menatap indahnya senyummu, 


dan menghabiskan sisa waktuku.
mungkin kau ini ajaib ♥

saat aku terlalu lelah melangkah
,
kau papah langkahku.

saat aku berurai air mata, 


kau hapus iluku dengan kedua tanganmu.
saat aku membutuhkanmu, 


kau datang dengan membawa sejuta cinta yang tak pernah kuduga sebelumnya.

aku harus berterimakasih pada tuhan tampaknya...
karena mengirimkanmu untuk ada disisiku.







karya : Sunarwati Putri Panggabean 

kisah kasih disekolah vs cinta segi 3 Part 2




Cerita ini sepenuhnya Ku dedikasikan untukmu kekasihku. Selamat Ulang Tahun dan semoga nyenyak dalam Tidur Panjangmu. Sampai ketemu disurganya Allah. Terimakasih sudah menemani lebih dari seribu malamku.

Terimakasih pada temanku Maja sanjaya, Riska devita, Anha faluvi, kalian inspirasi dari cerita ini :)


created by: sunarwaty putri sari panggabean

Hujan masih meninggalkan sisa – sisa basahnya dibalik rimbun dedaunan. Namun diseberang sana pelangi perlahan – lahan samar muncul menyemburatkan warna indahnya. Diujung taman tampak sepasang kecoa sedang berusaha menyelamatkan diri dari badan parit yang arusnya tampak masih deras. Sementara koloni semut sepertinya menyumpah serapah karena rumahnya hancur luluh berantakan.

Tak ada hal istimewa sebenarnya. Kecuali sekumpulan anak laki-laki yang tengah berlari mengejar benda bulat yang terus menggelinding kesana kemari. Becek dan lumpur bukan jadi penghalang, karna inilah saat yang paling ditunggu-tunggu, soccer after rain. Lalu lihatlah pemuda dengan potongan rambut cepak itu, dia tampak paling bersemangat diantara teman yang lainnya.

“Masa, oper dong bolanya, kamu makan sendiri aja sih dari tadi” ujar seorang temannya protes.
“Hahaha.. kejar dong, masa segitu aja udah nyerah.. katanya anak teknik. Anak teknik tu enggak boleh lemah tau” cibirnya menggoda
“Aku udah semput nih Masa, udahan ah mainnya” ujar teman yang satunya lagi.
“Ya udah deh, kalo kalian udah nyerah. Enggak asik banget mainnya, Vita juga udah nungguin aku dipinggir lapangan”
“Hadeh, tau lah yang gadisnya setia menunggu sang arjuna dipinggir lapangan, pantesan aja mainnya semangat banget, cie cie” goda seorang teman.
“hohoho, tau aja loe, udah ah, aku duluan ya”
“Kakak enggak capek ya?” tanya Vita
“hah? Kenapa dek? Kakak enggak dengar”
“Vita bilang, kakak enggak capek ya? Kan lari-larian” ujarnya menjelaskan.
“Oh Itu toh. Enggak kok, seru malahan lari-larian sekalian cari keringat, kamu mau langsung pulang atau jalan dulu?” tanya Masa
“Langsung pulang aja deh kak, udah sore banget ni, kakak juga kan harus istirahat”
“ok deh, kakak keluarin motor dari parkiran dulu ya”.

Langit masih terlihat mendung, tampaknya hujan sore tadi masih enggan meninggalkan bumi. Perlahan-lahan hujan turun kian menderu, Masa kian merapatkan selimut ketubuhnya. Namun tiba-tiba handphonenya berbunyi.

“Halo Assalamu’alaikum dek” ujarnya seraya menahan dingin
“Wa’alaikumsalam kak, loh suara kakak kok aneh gitu sih?” tanya suara diseberang telepon
“iya nih, kakak kedinginan. Tadi waktu nyampe rumah enggak langsung mandi tapi nyuci motor dulu”
“hm, kan tadi Vita udah bilang kak Masa istirahat aja. Ya udah kalo gitu kakak lanjut aja istirahatnya. Oh iya, minum obat dulu sebelum tidur, sampe ketemu disekolah besok ya kak, Assalamu’alaikum”
Masa mendesah lemas, “Wa’alaikumsalam dek”.

Malampun kian beranjak, perlahan tapi pasti satu demi satu mata kian terbenam dibuai kantuk yagn siap membawa pemiliknya melanglang buana dialam mimpi. Tapi tidak dengan Hana, sahabat Vita yang tengah menulis sesuatu dibuku hariannya.

dear diary,
Aku masih melihatnya sore ini, dia main bola loh. Kamu tau enggak? Dia kelihatan paling bersinar diantara pemain lainnya. Hm, coba aja kamu tadi lihat dia, mungkin kamu juga bakal ngerti kenapa sampai sekarang aku masih suka sama dia. Tapi, sekarang dia udah jalan sama Vita, iya Vita sahabat aku. Aku sedih sih, tapi bahagianya kak Masa dan Vita itu penting buatku. Oh iya, udah dulu ya.. besok aku cerita lagi deh sama kamu. Udah malam, bobo yuk.. J 
With love
Hana”

Hana dan Vita bersahabat sejak mereka duduk dikelas VIII, perkenalan mereka bermula saat Hana datang terlambat dan pagar sekolah sudah ditutup. Sedangkan security tidak juga memberinya izin untuk masuk. “Kalau saja tadi aku bangun lebih awal tadi, pasti aku enggak bakal nunggu diluar pagar gini” ujarnya kala itu. Lalu seorang murid perempuan lain datang menghampiri dan menyapanya, ”hei, ngapain ngedumel sendiri disitu, ayo ikut aku” ajaknya tiba-tiba sambil menarik tangan Hana, Hana terkejut ingin protes, namun setelah melihat lambang sekolah yang sama dengan miliknya, Hana hanya bergerak mengikuti langkah perempuan itu. “nah, kita lewat sini aja, kamu bisa manjat kan?” tanya perempuan itu sambil menunjuk pagar didepan mereka.

“hah? Manjat? Aduh, itukan bahaya, gimana kalo ntar kita jatuh, atau gimana kalo kita ke ketangkap sama security tadi? Enggak ah, aku enggak berani” jawabnya takut.
“udah santai aja, percaya sama aku, sini aku bantu, satu.. dua.. tiga.., Huup.. nah tuh bisa” dia terlihat puas.
“huft, nyaris aja, ini kali pertamanya loh aku telat, apalagi sampe loncat pagar gini”.
“hahaha, pantesan aja kamu ketakutan gitu, mana pake acara pucat lagi tu muka, eh kenalin aku Vita, kamu siapa namanya?” ujarnya seraya menyodorkan tangan
“eh, Aku? Namaku Hana”

Singkat dan cukup unik memang perkenalan mereka, tapi sejak saat itu mereka mulai dekat, sikap Hana yang cenderung pendiam dan pemalu berbeda dengan sikap Vita yang Rame dan blak-blakan. Perbedaan itu yang membuat mereka akhirnya memutuskan untuk bersahabat. Sekarang mereka telah duduk di bangku kelas XI disalah satu sekolah terbaik yang dimiliki kota ini.

Sudah dua hari Masa tidak masuk sekolah, Vita jelas – jelas terlihat kecemasan pada raut wajahnya, sedang Hana hanya bisa menyimpan kekhawatirannya dalam-dalam. Lalu entah dari mana tiba-tiba terucap ide dari mulutnya “Vit, gimana kalau kamu jenguk kak Masa, kan enggak enak kalau kamu enggak datang jenguk” saran Vita
“iya juga ya, aku juga khawatir nih. Soalnya Hp kak Masa juga enggak aktif. Kamu mau kan temenin aku ntar pulang sekolah?” tanyanya

“hm, hari ini aku dapat giliran piket loh, kalau kamu mau nungguin aku sih enggak apa-apa”
“ok, fine by me makasih ya Hana sayang..” jawabnya sambil merangkul leher sahabatnya itu.

Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi juga. Sepanjang jam pelajaran terakhir fikiran Hana tidak benar-benar berada didalam ruangan kelas. Fikirannya terus tertuju pada seperti apa nantinya dia berusaha menutupi perasaannya pada Masa, terlebih pada Vita sahabatnya yang jelas-jelas mengetahui semua isi hatinya?, Seperti apa rasanya jika Vita bersenda gurau dengan Masa? Apakah begini? Apakah begitu? Semua menyisakan sejuta tanya dalam dirinya.
Sesampainya dirumah Masa seorang perempuan yang ternyata ibunya Masa menyambut mereka ramah, “Silahkan masuk dek, temannya Masa ya? Masa lagi istirahat dikamarnya, masuk aja ya, ibu buatkan minum sebentar” ujar ibu itu ramah.
“iya bu, kenalin saya Vita dan ini teman saya Hana. eh, enggak usah repot-repot bu, biar Vita aja yang buat. Ibu tunjukin aja dimana Vita bisa buat Minumnya” jawab Vita memberi ide. Jelas Hana terkejut dengan sikap spontan Vita. Tapi Vita mengetahui perubahan ekspresi dari sahabatnya itu, Vita lantas menyikut lengan Hana pelan seraya mengedipkan sebelah matanya seakan mengisyaratkan “ gue tau yang gue lakuin”. Hana hanya bisa maklum dengan sikap sahabatnya yang susah ditebak ini.
“Oh ya udah kalau gitu, kamu ikut ibu kedapur, nah nak Hana boleh lihat Masa dikamarnya, Masa lagi tidur sih tadi, tapi nak Hana bangunin aja Masanya”
“iya bu” jawab Hana pelan
Sesampainya dikamar Masa, Hana seakan – akan membeku langkahnya. Melihat keadaan Masa yang terkulai lemas membuat Hana tak dapat berkata – kata, Hana tampak tak tega dengan keadaan Masa, rasa khawatir dan  rindu bercampur jadi satu, tanpa sadar butiran bening mulai bersarang dikelopak matanya. Tiba-tiba sebuah suara mengejutkannya..
“memangnya keadaan kakak sebegitu menggenaskan ya dek? Sampai kamu ngelihatnya berkaca-kaca gitu” tanya Masa dengan suara paraunya
“hah, kak Masa udah bangun? Maaf ya kak, Hana udah ganggu istirahat kakak” jawab Hana seraya berusaha menyeka air matanya
“enggak apa-apa kok dek, kakak juga capek tiduran terus. Oh iya Vita mana Hana?”. Belum saja Hana akan menjawab Vita datang sambil membawa minuman. “wah, putri tidur kita udah bangun ya? Duh, masa karna hujan aja langsung tepar, enggak anak teknik banget sih” cibirnya menggoda.
“hm, Kakak malah dibilangin putri tidur, enggak sopan nih anak” jawab masa sambil berpura-pura kesal.
“hahaha, yee gitu aja ngambek. Enggak asik ah, iya enggak Han?, eh Hana kamu habis nangis ya? Mata kamu merah gitu, kamu kenapa?” tanya Vita menyelidik.
“eh, enggak kok.. aku shock aja lihat ni kamar berantakan kayak puing pesawat sukhoi, eh aku keluar bentar ya. Ada telp masuk nih” ujarnya secara tiba-tiba.
Sebenarnya bukan Vita tak tahu alasan mengapa mata Hana memerah. Dia tahu dengan jelas setiap apa yang dirasakan Hana, setidaknya sebelum Vita dan Masa menjalin hubungan. Setelah itu, tak pernah sekalipun Hana bercerita tentang Masa ke pada Vita, tapi rasanya tanpa bertanyapun Vita sudah tahu jawabannya. Hana mencintai Masa, namun tak ingin kehilangan Vita sahabatnya.

Seminggu setelah kejadian itu Hana tampak semakin menutup diri dari Vita, meskipun Vita acapkali bertanya apakah Hana baik-baik saja, Hana hanya menjawab “I’m fine by the way, kamu enggak perlu cemas, aku cuma lagi enggak semangat aja” selalu itu jawaban yang terlontar dari mulut Hana. Tampaknya Masa juga mulai merasa ada yang aneh pada sikap Hana, Hana yang setiap latihan palang merah biasanya banyak bertanya pada Masa, kini cenderung lebih pendiam dan mengalami kemajuan yang pesat dalam memahami setiap materi yang diajarkan padanya. Lalu suatu ketika disela-sela latihan Masa bertanya pada Vita “dek, kamu ngerasa ada yang aneh enggak sama Hana?” tanyanya mengejutkan Vita.
“aneh gimana kak?”
“iya, aneh aja. Minggu kemaren dia masih baik-baik aja tuh, kok sekarang pendiam banget ya” tanya Masa dengan wajah bingung.
“loh, Hana kan memang pendiam dari dulu kak, kenapa ngerasa anehnya sekarang?” jawab Vita tenang.
“bukan, maksud kakak itu… hm, ya udah deh, mungkin emang perasaan kakak aja, entar mau pulang bareng enggak?” Masa berusaha mengalihkan pembicaraan.
“boleh, tapi aku bilang sama Hana dulu ya kak”

Malamnya dirumah Hana, Hana lagi-lagi sedang asik berkutat dengan diary kesayangannya. kali ini dia menuliskan kejadian saat dia melihat Masa terkulai lemas, saat rindu yang dirasakannya memaksa ingin terucap dari mulutnya, saat hatinya cemburu melihat keakraban Vita dan Masa, saat semua cerita yang terjadi berjalan tak sesuai harapannya. Akhirnya, Hana tertidur sambil memeluk diary-nya dengan rindu yang berusaha diredamnya dalam-dalam. Dalam tidurnya Hana bermimpi sedang melihat Masa sedang bermain bola, namun kali ini Masa bermain bola ditengah hujan, lalu disaat itu pula Vita datang memanggilnya pulang. Sedang Hana lagi-lagi hanya mampu mengaguminya dari kejauhan.

 Paginya digerbang sekolah,

“hei, bengong aja. Masih pagi juga” ujar Masa mengejutkan Hana
“eh, kak Masa, ngagetin aja. Lagi nunggu Vita ya?” tanya Hana menutupi kegugupannya
“enggak kok, kakak nungguin kamu, ada yang buat kakak penasaran nih”
“hah? Sekarang? Apaan? Soal Vita lagi ya? Masih pagi juga” tanya Hana bertubi-tubi
“hahahaha.. ya ampun Hana, kata orang-orang kamu itu pendiam loh, tapi kok pertanyaan kamu panjang banget, ok kakak jawab satu persatu ya, pertama iya kakak mau ngomong sekarang, kedua ini soal sikap kamu yang belakangan ini aneh, dan yang ketiga ini jelas bukan soal Vita, keempat berhubung masih pagi fikiran kakak juga masih fresh, jadi sebaiknya kita ngomong sekarang aja” Masa menjawab secara terperinci maksud dan tujuannya.
“tapi kak, kok tiba-tiba? Hana enggak kenapa-kenapa loh kak. Suer deh.” Hana sepenuhnya berbohong pada Masa, padahal dalam hatinya Hana berkata “ iya, aku berubah karena aku enggak mau ngerusak persahabatan aku dan Vita, aku berubah karena aku harus terus menerus menutupi perasaanku, aku berubah karna aku selalu berusaha membunuh setiap rinduku, aku bahkan membenci diriku yang enggak bisa melupakanmu”.
“jadi beneran kamu enggak apa-apa? Huft syukurlah. Kakak enggak mau aja terjadi sesuatu sama kamu, apalagi kamu itu sahabat Vita” jelas Masa.
“jadi benar dong ini ada hubungannya sama Vita?” tanya Vita menyelidik.
“Secara enggak langsung sih ada, tapi ya udah deh kalau kamu emang enggak kenapa-kenapa, kakak masuk kelas dulu ya, bye..”
Tiba-tiba entah dari mana muncul keberanian hana “eh, kak tunggu..”
“iya, ada apalagi Hana?”
“eh, enggak jadi deh. Mendadak lupa mau bilang apa, hehehe maaf yaa”
“hm,, dasar ya kamu.. udah sana kamu juga masuk kelas. Udah mau bell ni” Masa pun berlalu dan menghilang dibalik koridor.
“maaf kak, lagi-lagi aku enggak bisa jujur dengan perasaanku, makasih sudah mengkhawatirkanku” ujarnya lirih.
“Hayoo.. lagi-lagi masih pagi udah bengong, anak perempuan enggak baik tau bengong pagi-pagi, tapi itu juga menurut ilmu sok tahu aku sih” tiba-tiba Vita datang mengejutkan Hana.
“enak aja, siapa yang lagi bengong. Aku lagi nungguin kamu nih Vit, lama amat sih datangnya. Kamu pasti belum selesai kan  buat Pe-er Kimia? Nih, aku pinjamin punya aku”.
“Hah? Ada Pe-er ya? Mampus deh gue, makasih Hana sayang, you are my savior dah pokoknya” jawab Vita riang.
Hari ini Hana izin untuk tidak ikut latihan Palang Merah dengan alasan tidak enak badan, Vita cukup maklum karena menurutnya Hana memang sedikit butuh istirahat, ditambah lagi wajah Hana benar-benar terlihat pucat. Vita juga berpesan bahwa setelah selesai latihan akan datang menjenguk Hana. Hana hanya mengangguk pelan dan berlalu pulang. Namun saat latihan Masa bertanya pada Vita perihal ketidakhadiran Hana sore ini. Vita lantas berkata “ kenapa belakangan ini kakak perhatian banget sama Hana? Ada rasa sama dia?” tanya Vita cemburu.
“Loh, kamu ngomong apa Vita? Dia kan sahabat kamu, otomatis sahabat kakak juga. Kamu kok jadi aneh sih kalau kakak tanya-tanya soal Hana? Kamu cemburu?” tanya Masa sengit.
“Hah? Kenapa cemburu? Hana kan sahabat aku, tuduhan kakak enggak mendasar banget”
“Kakak bukannya menuduh Vita sayang, wajar kan kalau kakak bertanya? Ya udah kalau kamu enggak suka kakak bahas soal Hana, kakak enggak akan bahas-bahas lagi” jawab Masa sambil mengusap-usap kepala Vita untuk mencairkan suasana sedang Vita hanya bisa bersemu merah wajahnya diperlakukan seperti itu.

Sorenya sepulang latihan Vita benar-benar menepati janjinya untuk menjenguk Hana, tapi saat Vita sampai kerumah Hana, Hana tengah Mandi dan Ibu Hana segera menyuruh Vita untuk menunggu dikamar Hana saja. Sudah biasa memang bagi kedua sahabat ini untuk bercerita dikamar mereka. Vita lantas langsung menghempaskan badannya dikasur hana. Vita selalu takjub dengan cara Hana merawat kamarnya. Semua tertata rapi. Mulai dari tumpukan buku-buku, CD player, bahkan untuk hal detail lain seperti kebersihan ruangan. Berbanding terbalik dengan keadaan kamar Vita, sehingga siapa saja yang melihat seakan – akan mendapatkan gambaran akan surga dan neraka. Lalu saat Vita berusaha untuk membetulkan letak bantalnya, tanpa disengaja Vita melihat sebuah benda berbentuk persegi dengan warna biru yang bertuliskan Hana’s diary. Awalnya Vita tak berniat untuk mencari tahu isi diary tersebut, tapi rasa ingin tahunya segera menguasai dirinya Vita juga berfikir bahwa tak perlu ada yang disembunyikan karena mereka memang bersahabat.

Halaman demi halaman Vita hanya tersenyum membaca tulisan yang ada didalamnya. Semua berisi tentang kejadian – kejadian yang biasa dialami oleh Hana dan Vita. Mulai dari perkenalan mereka, acara ulang tahun Vita yang meriah, upacara pelepasan mereka saat dibangku kelas IX yang lalu. Selanjutnya acara Masa Orientasi Siswa disekolah. Saat Vita dan Hana berada di Regu yang berbeda, semua benar-benar membuat Vita terkenang akan semua kenangan manis mereka berdua dulu. Tentunya sebagai sahabat.

Lalu dilembar – lembar berikutnya, tak ada lagi senyum diwajah Vita, kini semakin lama cerita yang tertulis didalam diary itu berubah menjadi sepenuhnya tentang Masa. Ternyata sejak awal bertemu, hanya ada Masa dalam ingatan Hana. Bahkan di diary itu tertulis awal pertemuan mereka saat Hana terlambat mengikuti pelajaran perakitan komputer dan pengelolaan informasi dan tidak tahu harus pergi keruangan mana diantara sekian banyak ruang kelas, hanya Masa satu-satunya orang yang pertama kali menyapanya dan hanya Masa pula orang yang bersedia menunjukkan jalan bahkan mengantarkannya. Namun anehnya Hana tak mampu mengucapkan sepatahpun kalimat terimakasih karena Hana telah terbius dengan senyum Masa. Sejak itulah Hana mengagumi sosok Masa. Perlahan tapi pasti rasa kagum itu sedikit demi sedikit tumbuh menjadi rasa suka, rindu, bahkan rasa cinta.

Vita semakin larut dalam bacaannya, semakin lama tulisan dalam diary itu membuka kembali kepingan ingatan Vita akan kejadian – kejadian beberapa waktu lalu. Alasan Hana memutuskan untuk mengikuti Palang Merah adalah agar bisa bertemu dengan Masa. Bahkan disitu tertulis dengan jelas “ Hanya melihatnya dari jauhpun aku sudah bahagia”.

Dihalaman berikutnya adalah hari - hari dimana Hana bercerita pada sahabatnya Vita tentang isi hatinya dan rasa syukur Hana telah memiliki sahabat sebaik Vita yang rela mendengarkan setiap curahan hatinya, bahkan saat Vita bersedia untuk mendekatkan Masa dan Hana. Semua masih tertulis dengan jelas.
Tapi setelah itu ada beberapa halaman yang kosong, hingga pada beberapa halaman kemudian Vita cukup terkesiap dengan isi diary tersebut yang menuliskan bahwa betapa dia hancur saat mengetahui sahabatnya Vita kini telah menjalin hubungan dengan pria yang dicintainya yaitu Masa. Betapa dia berusaha sekuat tenaga untuk menutupi perasaannya selama ini. Betapa dia hancur mengetahui semuanya. Tertulis dengan jelas pula “waktu akan menjawab semua penantian dan kini penantian itu sia-sia”.

Tanpa disadari Vita meneteskan air mata membaca semuanya, Vita merasa sudah melakukan hal yang burukpada sahabatnya Hana, Vita merasa bahwa dialah penyebab perubahan terbesar pada diri Hana. Lalu entah dari mana datangnya tiba-tiba Hana muncul dan melihat buku yang berada dalam genggaman Vita. Vita tak tahu harus berbuat apa lagi. Dia hanya mampu menangis. Dalam tangisnya Vita berkata “Hana .. maaf” ujarnya sambil terisak. Hana hanya menjawab “sudahlah Vita, tak ada yang perlu dimaafkan. Kamu enggak salah”.


Sepulangnya Vita dari rumah Hana hingga malam kian larut, Vita tak jua kunjung mengatupkan matanya. Vita hanya terus menangis mengingat perlakuannya pada sahabatnya. Meskipun Hana berkata dia baik-baik saja, ternyata adalah agar Vita tak perlu mencemaskannya. Selain dari pada itu, satu hal yang semakin membuat hatinya terluka adalah dihalaman terakhir tertulis besar-besar kalimat “Kak Masa, Isyarat cintaku tak jua kah kau menyadarinya?”
Vita lantas segera meraih telepon genggamnya dan mengetik sebuah pesan singkat lalu mengirimkannya pada Masa. Setelah laporan terkirim masuk, Vita lantas berujar “Semoga ini keputusan terbaik”.

Esoknya disekolah Masa benar-benar ingin segera menemui Vita dikarenakan pesan singkat yang dikirimkan Vita padanya tadi malam. Tanpa alasan yang jelas Vita tiba-tiba meminta untuk mengakhiri hubungan mereka yang masih seumur jagung.

Akhirnya orang yang ditunggu-tunggu datang juga, Vita muncul bersamaan dengan Hana. Lantas tanpa menunggu lama Masa segera menghampiri mereka dan berkata “ Dek, kakak mau ngomong soal sms tadi malam” ujar Masa singkat.
Hana menimpali “Eh, Vit, aku masuk duluan ya..”.
“Enggak Han, kamu disini aja, ini ada hubungannya dengan kamu” jawab Vita yang membuat Hana dan Masa kebingungan.
“Ada hubungannya gimana maksud kamu dek?” tanya Masa heran.
“Iya, kita enggak bisa ngelanjutin hubungan kita lagi kak, aku enggak bisa mempertahankan hubungan diatas derita orang lain. Apalagi orang itu sahabat aku sendiri” jawab Vita.
“maksud kamu apa?” tanya Hana dan Masa hampir bersamaan.

Vita pun menjelaskan semua kejadiannya dari awal. Hana hanya mendengarkan sambil berlinang air mata. Sedang Masa mendengar seakan tak percaya. Setelah Vita selesai menjelaskan semua, Masa lantas berujar “ ya udah, kalau memang hubungan kita jadi aneh gini, kalau memang ada orang yang terluka karena hubungan kita, hubungan kita berakhir saat ini juga. Baiknya sekarang kita berteman aja. Hubungan kita tetap sebagai kakak dan adik. Mungkin ini lebih baik buat kita semua. Buat Hana makasih atas perasaan kamu selama ini, maaf kalau kakak mengabaikan kamu, maaf kalau kakak udah nyakitin kamu dan buat Vita, terimakasih udah ada buat kakak” ujar Masa bijak.
“Aku eggak tahu harus berkata apa lagi, mungki memang ini jalan terbaik buat kita dan buat persahabatan aku sama Hana. Aku enggak mau kehilangan sahabat seperti Hana” jawab Vita menimpali.

Langit kini mendadak mendung, semendung hati tiga anak manusia yang berusaha berjalan menapaki hidup selanjutnya. Begitulah cinta, datang secara tiba-tiba dan pergi meninggalkan bekas. Kini mereka memutuskan untuk tidak melibatkan perasaan apa – apa dalam hubungan “kakak-adik” mereka. Setidaknya, hingga waktu menyembuhkan setiap luka dan penantian.

Kisah kasih disekolah vs Cinta segi 3


 Created by: Sunarwaty

Sebelumnya aku minta maaf pada semua pihak yang merasa tersakiti dan terganggu dengan cerita ini terutama temanku Maja Sanjaya, Riska Devita, Anha Faluvi.. kalian inspirasi dari cerita ini, setelah perubahan sepelunya tentunya. CC ku sayang Ratna Fahri kita ikhlaskan ketetapan Allah bersama ya CC. . Ini hanya untuk hiburan semata

Cerita ini kudedikasikan padamu kekasihku seorang, aku mencintaimu karna Allah. Karenanya Allah mengambilmu begitu cepat dariku. suatu saat Allah akan pertemukan kita kembali. Aku percaya itu. Selamat tidur sayang. semoga Allah melindungimu.



Hana
Namaku Hana, panggil saja Hana. Orang suka bertanya asal namaku. Ringan saja, itu pemberian orang tuaku. Aku tak tau arti dari namaku bahkan rasanya terlalu berlebihan jika aku harus terus menerus bertanya perihal penabalan nama ini pada orang tuaku.
Aku mencintai seorang pria, dia kakak kelasku. Dia baik, meskipun setiap orang dasarnya punya pribadi itu. Berprestasi, pandai berorganisasi pula. Tapi dia tidak tahu apa yang aku rasakan. Hanya pada sahabatku Vita aku menceritakan semua. Terkadang sahabat lebih mengertikanmu. Itu menurutku.

Vita
Namaku Vita, Sama dengan sahabatku Hana aku juga tidak begitu peduli dengan asal namaku. Yang penting buatku bukan siapa aku di Masa lalu, tapi siapa aku di Masa yang akan datang. Mungkin itu yang membuat aku dan Hana bisa bersahabat.
Hari ini Hana bercerita dia tak sengaja melihat kakak kelas kami Kak Masa sedang menjelajah ria di dunia maya, ahh sahabatku itu tidak berubah juga. Buat apa dia memendam perasaannya berlama – lama. Namun jika kutanya dia hanya menjawab singkat “ waktu yang akan menjawab setiap penantian”. Pandangannya agak bertolak belakang denganku. Menurutku, untuk apa R.A Kartini bersusah payah memperjuangkan kesetaraan Gendre? Jika akhirnya para perempuan tetap menunggu dalam diam..


Hana
Aku melihatnya.. ya ampun.. aku melihatnya. Memang hanya punggungnya. Tapi aku bahagia tak kepalang. Tampaknya dia tengah men-Download beberapa file. Aku segera menemui sahabatku Vita untuk menceritakan semuanya. Hari ini Fortuna berpihak padaku.

Masa
Namaku Masa, tak perlu bertanya pada orang tuaku aku sudah langsung tahu asal muasal namaku. Nama itu diangkat dari singkatan ayahku Malik dan ibuku Sahana. Aku kini duduk dikelas XI Teknik Komputer Jaringan. Hobiku mengikuti Organisasi PMR, dan merambah dunia maya untuk sekedar menyalurkan hobi. Aku pribadi yang biasa saja menurutku. Cenderung pendiam. Aku hanya bisa tertawa lepas pada orang – orang yang kuanggap dekat saja.
Ada adik kelas yang menurutku cukup menyita perhatianku. Dia aktif sekali tampaknya, ramah, manis, juga periang. Namanya Vita. Tidak sulit sebenarnya mengajak dia berbicara denganku. Semua orang mengenalnya. Aku satu organisasi dengannya di PMR. Tapi dia selalu bersama sahabatnya Hana. Agak sulit jadinya bagiku untuk mendekatinya.
Aku berencana untuk menemuinya besok, saat latihan PMR mingguan kami.

Hana
Besok hari yang kutunggu – tunggu. Aku akan melewati tiga jam paling menyenangkan dalam hidupku. Aku akan bertemu dengan Kak Masa di latihan PMR besok. Aku bersyukur atas semuanya. Thank’s God.
Aku sangat ingin berbicara dengannya, tapi lidahku kelu setiap aku berusaha berbicara. Rasanya apa yang ingin terucap hilang begitu saja. Padahal aku sudah mempersiapkan diri didepan cermin. Aku bahkan berusaha bangun lebih awal untuk melatih lisanku ini. Tapi  tetap saja tak ada satu katapun yang keluar. Semua sirna begitu saja saat menatap matanya.
Sahabatku Vita bersedia membantuku untuk dekat dengan kak  Kak Masa. Setelah sedikit memaksa aku memohon tentunya.

Vita
Aku tak kuasa menolak permintaan sahabatku Hana, aku tau dia mencintai Kak Masa. Itu yang membuatku tak kuasa menolak. Hana yang setiap kali berbinar matanya menceritakan pertemuan tak sengajanya dengan Kak Masa, Hana yang setiap kali menangis menceritakan rindunya yang tak tertahankan, Hana yang betah berlama – lama berkutat didepan cermin untuk melatih lisannya, Hana yang sengaja tidak mengerti pengetahuan dasar ke Palang Merahan, semua hanya untuk menarik perhatian Kak Masa. Aku tau dia seperti itu hanya agar Kak Masa bersedia membantunya memahami setiap kalimat dari buku panduannya.  Aku tak sanggup melihat penderitaan sahabatku ini. Bagaimanapun aku harus membantunya. Besok adalah waktu yang tepat. Saat latihan PMR sepulang sekolah. Semangat!!

Masa
Akhirnya bel pulang berbunyi juga. Tak sabar rasanya ingin segera menemui Vita. Aahh.. sial, mengapa aku jadi seperti ini?.

Hana
Tuhan, permudahlah hari ini. Amiin

Vita
Akhirnya, jam pelajaran selesai. syukurlah

Hana
Tadi dilapangan selesai latihan kak Masa menghampiri Vita, mereka juga pulang bersama. tampaknya sahabatku ini berhasil ingin mendekatkan aku dan kak Masa. Aku bahagia memiliki sahabat seperti Vita.

Masa
Selepas latihan akhirnya aku memberanikan diri menghampiri Vita, benar kataku, dia ramah sekali. Aku pun lantas mengajaknya pulang bersama. Sepanjang perjalanan aku berusaha untuk mengenalnya lebih dekat, tapi kebanyakan yang dia bahas cenderung mengarah pada sahabatnya Hana. Pribadi Hana, Hobi, serta kebiasaan unik Hana. Tapi menurutku itu baik, berarti dia orang yang sangat peduli dengan orang lain. Rasanya  tak sabar ingin menghadapi besok, aku akan bertemu dengan Vita lagi. Hmm.. bagaimana jika kutelepon Vita saja ya? Ah tidak..tidak.. ini terlalu cepat. Mungkin aku harus mencari tahu tentang dirinya melalui sahabatnya Hana. Ya benar, Hana satu – satunya harapanku.

Vita
Tuhanku, bagaimana ini? Bukan cerita seperti ini yang ingin kuhadapi. Aku memang ingin berbicara dengan kak Masa, Aku ingin berbicara mengenai Hana. Tapi mengapa kak Masa… Tuhanku bantu aku. Sudah dua minggu ini kak Masa rutin mengirim pesan singkat padaku dan bahkan menelepon. Sekedar bertanya kabar, bertanya hal – hal yang menurutku dia sendiri tahu jawabannya dan banyak lagi. Bagaimana harus menjelaskan tiap detailnya pada Hana? Tuhanku, aku tak tahu harus berbuat apa.
Kini aku pun mulai terbiasa dengan perhatian yang diberikan kak Masa padaku. Tapi anehnya saat disekolah dan saat latihan PMR kak masa bersikap biasa saja. Mungkin dia orang yang professional. Tidak menyamaratakan masalah pribadi dan tugas. Aku semakin kagum dengannya.
Hari Minggu ini kak Masa mengajak aku pergi ke kebun binatang. Senang rasanya mendengar ajakan itu. Aku bahagia. Sahabatku Hana, maaf..

Hana
Dua minggu lalu kak Masa menelponku, aku kaget bukan kepalang. Rasanya waktu berhenti seketika. Aku bahkan bisa mendengar detak jantungku kala itu. Kak Masa bertanya kabar, kesibukan dan yang terakhir meminta pendapat mengenai Vita, bagian ini aku sedikit heran. Tapi bahagiaku menepis segalanya. Aku dengan lancar menjabarkan hobi Vita, kebiasaanya dan lain – lain.
Tapi belakangan ini sikap Vita aneh, dia cenderung kikuk jika aku bertanya mengenai kak Masa. Bahkan Vita tidak seantusias dulu setiap mendengar ceritaku. Setiap kutanya alasannya, jawabannya “aku ngantuk” . Aku tahu kini Vita dan kak Masa dekat. Teman – temanku yang lain juga sesekali bertanya padaku apakah kak Masa dan Vita berpacaran, tapi aku sepenuhnya yakin pada Vita. Dia tidak akan mengkhianati persahabatan ini.

Masa
Waktu mendadak berputar terlalu lama. Aku sudah tak sabar ingin pergi berdua dengan Vita kekebun binatang hari Minggu ini. Aku akan menyatakan perasaanku yang sejujurnya.

Hana
Tuhanku, aku mendengar berita dari teman satu kelasku bahwa dia tak sengaja bertemu dengan Vita dan kak Masa di kebun binatang semalam. Ingin rasanya aku bertanya pada Vita, tapi hari ini Vita tidak masuk sekolah, Handphonenya juga tidak aktif. Tidak biasanya Vita bolos sekolah seperti ini. Semalam memang aku mengajak Vita ke Bioskop untuk menonton film yang sudah lama kami berencana menontonnya, tapi Vita bilang hari itu dia membantu saudaranya yang akan pindahan.Vita tidak mengatakan bahwa dia akan kekebun binatang. Istirahat makan siang kak Masa juga menemuiku diperpustakaan menanyakan kabar Vita.  YaTuhan.. ada apa dibalik semua ini..

Vita
Sahabatku Hana, maaf aku sudah mengkhianatimu. Aku menyulut api pengkhianatan dalam persahabatan kita. Awalnya aku memang bermaksud ingin mendekatkan kau dan kak Masa, tapi aku terjatuh dalam perangkapku sendiri. Hana, maaf. Aku kini mencintainya, sama sepertimu. Aku bahkan tak memiliki alasan untuk menolak ungkapan cintanya. Aku tahu aku salah. Jika kau tak bisa memaafkanku aku cukup paham. Tapi bibit cinta ini sudah mulai tumbuh subur tanpa kusadari. Sahabatku Hana, maaf…..

Hana
Jelas sudah sekarang, sahabatku tersayang menelikungku dari belakang. Kabar yang kudengar dari teman – temanku selama ini bukan kabar burung semata. Ini adalah bukti dari sikap Vita yang berubah belakangan ini. Alasan mengapa dia tak seantusias dulu, mengapa dia tampak kikuk setiap aku menanyakan kak Masa.
Air mataku kini tak tertahankan lagi. Dulu air mataku hanya untuk kak Masa yang tak pernah sedikitpun menyadari isyarat rindu dariku, sekarang air mata ini bertambah untuk menangisi pengkhianatan sahabatku.
Tuhan, aku tak tahan lagi.. berat rasanya mendengar pengakuan kak Masa diperpustakaan tadi. Cinta yang kupendam kini lantas hancur hingga tak ada keping yang tersisa. Haruskah cinta dan rindu yang selama ini hanya Vita tempatku bercerita, kini Vita pula yang merenggut segalanya? Haruskah Tuhan?. God please,  I need some answer


Vita
Hari ini Hana kesekolah menggunakan kacamata, biasanya dia memakai kacamata hanya jika semalaman dia menangisi kak Masa. Aku tak perlu bertanya alasan dia memakai kacamata lagi hari ini. Aku cukup paham, semua untuk menutupi semburat bengkak dimatanya. Ada sedikit rasa bersalah dihatiku. Tapi Hana masih bersikap biasa saja, seolah – olah tidak ada yang terjadi dipersahabatan kami. Dia memang pandai menutupi perasaanya. Aahh.. aku bahkan tak yakin menyebut diriku masih sahabatnya. Dia terlalu polos, terlalu percaya akan ucapannya ” waktu yang akan menjawab setiap penantian”. Dan disinilah aku sekarang, dari sahabat berubah menjadi penghancur mimpi.

Hana
Tuhanku, jika memang sedihku saat ini adalah bahagia bagi mereka, aku ikhlaskan setiap luka yang akan kurasa.
Aku ikhlaskan setiap rinduku ini pada mereka. Aku ikhlaskan setiap  penantian yang menyiksa.
Tuhanku, jika yang dicinta mencintai yang lain, ku kembalikan cinta ini padamu wahai penguasa hati
Tuhanku,jika yang dirindu merindukan yang lain, kukembalikan rindu ini padamu wahai Sang Maha segalanya.
Tuhanku, jika bahagianya sahabatku akan menjadi tangis bagiku, aku percaya kau akan ganti tangis ini menjadi tawa bahagia suatu saat nanti. Kau akan kirimkan seseorang yang akan menghapus setiap tetes tangisku.
Aku percaya “ waktu yang akan menjawab setiap penantian”. Sahabatku Vita, persahabatan
ini tak akan pudar dalam keadaan apapun.

Vita
Sahabatku Hana, sejujurnya tak ada niatku untuk menyakitimu. Aku juga tak menyangka akan seperti ini. Kini aku bersamanya dan tak ingin kehilanganmu. Aku tak ingin kehilangan salah satu dari kalian.
Aku memiliki semboyan baru buatmu “ waktu akan menyembuhkan setiap luka”.
Terimakasih sahabat



lanjut ke part 2 ...